Rabu, 20 April 2011

TUGAS 3

1.Jelaskan apa yang dimaksud dengan :

A.PERTUMBUHAN DAN KESENJANGAN 

Menurut Sadono Sukirno (1996: 33), pertumbuhan yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan.
Menurut prof.Simon Kuznets, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai “kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideoligis yang diperlukannya.

Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah atau adanya perbedaan yang mencolok antara satu individu dengan individu yang lain. Atau antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain.

B. KEMISKINAN

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan social, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

2. Sebutkan dan jelaskan factor-faktor penyebab kemiskinan ?

Penyebab kemiskinan

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
  • penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
  • penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
  • penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
  • penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
  • penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

3.Jelaskan dan sebutkan problem pemerintah saat ini dalam menanggulangi kemiskinan?
Pertama, pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup “fantastis” mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini.
Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.
Dalam konteks daya saing secara keseluruhan, belum membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air, akan melemahkan kekuatan daya saing bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Dalam konteks daya beli di tengah melemahnya daya beli masyarakat kenaikan harga beras akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Razali Ritonga menyatakan perkiraan itu didasarkan atas kontribusi pangan yang cukup dominan terhadap penentuan garis kemiskinan yakni hampir tiga perempatnya [74,99 persen].
Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan [growth]. Ketika terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam misalnya banyak perusahaan yang melakukan perampingan jumlah tenaga kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus dirumahkan atau dengan kata lain meraka terpaksa di-PHK [Putus Hubungan Kerja].
Kedua, kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
Ketiga, pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.
Bagaimana seorang penarik becak misalnya yang memiliki anak cerdas bisa mengangkat dirinya dari kemiskinan ketika biaya untuk sekolah saja sudah sangat mencekik leher. Sementara anak-anak orang yang berduit bisa bersekolah di perguruan-perguruan tinggi mentereng dengan fasilitas lengkap. Jika ini yang terjadi sesungguhnya negara sudah melakukan “pemiskinan struktural” terhadap rakyatnya.
Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
Keempat, kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
Kelima, konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan “keamanan” dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.
Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.

Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/indonesia-dan-problem-kemiskinan-2/
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090115143119AAMICyu
http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan








Jumat, 15 April 2011

DEMOKRASI EKONOMI, POLITIK DAN KEMAKMURAN RAKYAT


Pendahuluan
Satu permasalahan yang akhir-akhir ini menarik perahatian para ahli sosiologi di Indonesia adalah apakah tindakan para pengambil kebijaksanaan di Indonesia yang memberikan prioritas pada pembangunan ekonomisecarateoritik dapat di pertanggungjawabkan? Pernyataan ini muncul karena dalam tahun-tahun terakhir ini gejolak-gejolak soial telah muncul di beberapa Negara di Asia maupun EropaTimur yang menuntut di lembagakannya kembalidemokrasi politik di Negara mereka masing-masing.Negara-negara itu adalah Filipina, Taiwan, Polandia, Korea Selatan danBirma.Dengan alasan untuk mencapai keberhasilan pembangunan pemerintah Negara-negara itu menunda berlakunya demokrasi politik di Negara mereka masing-masing dan memusatkan usaha pembangunan ekonomi.Korea Selatan dan Taiwan memang berhasil dalam pembangunan dan rakyat dikedua Negara itu terlihat makmur.Sedangkan Filipina, Polandia dan Birma nampak sebaliknya. Keadaan perekonomian Negara itu Nampak tidak mengalami perubahan yang memonjol.Rakyat Filipina dan Birma tetap miskin sedangkan rakyat Polandia tetap miskin apabila dibandingkan dengan rakyat Negara Eropa pada umunya, khususnya Negara EropaTimur.
Demokrasi ekonomi dan politik merupakan 2 aspek dalam satu proses pembangunan yang tidak dapat dipisahkan. Demokrasi ekonomi dan politik merupakan dwitunggal dalam proses pembangunan yang apabila di pisahkan akan menimbulkan permasalahan yang menyebabkan proses pembangunan itu gagal menciptakan suatu kemakmuran pada rakyat. Konsep kemakmuran itu sendiri ternyata perlu memperoleh pengkajian ulang untuk membuat konsep itu mempunyai makna pembangunan yang utuh dalam diri manusia. Apakah kemakmuran itu hanya bermakna ekonomi saja, tahukah iya mempunyai makna ekonomis dan politis bagi rakyat. Pernyataan itu perlu memperoleh jawaban oleh para ahli karena sama mahalnya dengan pertanyaan apakah ekonomi atau politik sebagai panglimadalam proses pembangunan merupakan pertanyaan yang dasar yang jawabanyaakan menetukan arah dan keberhasilan proses pembangunan suatu Negara.
Politik Kemakmuran Rakyat Dalam Situasi Tanpa Demokrasi Politik
Tidak ada pemerintah di dunia ini yang tidak mengarahkan proses pembangunan di negaranya untuk kemakmuran rakyatnya. Yang menjadi permasalahan sebenarnya, adalah bagaimana pemerintah Negara itu melaksanakan secara empirik tujuan itu di Indonesia politik kemakmuran rakyat dan keharusan pemerintah Indonesia melaksanakan pembangunan yang mengarah pada kemakmuran rakyat telah diamanatkan oleh bangsa ini melalui pasal 33 UUD 1945.Dalam pasal itu jelas disebutkan bahwa pemerintah menguasai segala sumber alam di Indonesia dan menggunakan secara optimal untuk kepentingan kemakmuran rakyat Indonesia.Dengan adanya pasal ini maka sumber ideologipolitik kemakmuran rakyat itu sudah jelas. Apakah persyaratan politik yang diperlukan agar tugas yang diamanatkan oleh pemerintah itu dapat dilaksanakan secra efektif. Disinilah permasalahan demokrasi politik dan keberadaannya dalam masyarakat Indonesia menjadi sangat krusial. Ada beberapa dampak negative yang akan muncul apabila politik kemakmuran itu tidak diikuti atau didukung oleh adanya suatu demokrasi politik.
Dampak negatif pertama adalah munculnya inefisiensi ekonomi dan social dalam implementasi pelaksanaan pasal 33 UUD 1945. Inefisiensi ekonomi itu dapat berbentuk dalam berbagai kecurangan ekonomi yang dilakukan oleh aparat pemerintah termasuk munculnya kekuatan monopoli dalam dunia ekonomi yang menghambat terciptanya satu demokrasi di Negara kita.Inefisiensi sosial muncul dalambentukperusakanlingkunganolehparapemilik modal yang di mintamembantupemerintahuntukmelaksanakanpolitikkemakmuranrakyat .hutantropiskita yang di serahkanolehpemerintahkepadapemegangizinHPH telahbanyak yang musnahkarenapemegang HPH tidakmematuhikontrak yang merekabuatdenganpemerintah. Dampak negative kedua yang timbuladalahkeenggananrakyatuntukikutbertanggungjawabdalammelaksanakanataupembiayaanpembangunan.Tanpatunjangandengandemokrasipolitikmakapelaksanaanpolitikkemakmuranrakyatituakansangatbirokratis yang tertutupdaripengawasanrakyat. Akibatnyarakyatmerasabahwaurusankemakmuranmerekaadalahurusanpemerintahdanbukanurusanbersamaantaramerekadanpemerintah.Perasaaniniakantumbuhlebihkuatdalamdirirakyatkarenademokrasiekonomi yang pantangmuncul. Keenggananrakyatmembiayaipajakmerupakanmanifestasidarisikaprakyattersebut.Demokrasipolitikjugadibutuhkanuntukmembuat proses pengalokasiansumberdaya yang dikuasaiolehpemerintahsesuaidenganaspirasipembangunanrakyatdanjiwadaripasal 33 UUD 1945.
Dalampadaitukitajugamenyaksikanbahwa di beberapa Negara seperti Korea Selatan dan Taiwan dimanapolitikkemakmuranberjalantanpademokrasipolitik.Korea Selatan dan Taiwan merupakankasus yang menarikdalamkonteksmakna yang adadalamkonsepkemakmuran.Ternyatakonsepkemakmuransecarautuhberartiharusmemenuhi 2 aspekdarikehidupanmanusiayaitumanusiasebagaiHomoekonomikusdanmanusiasebagaiHomopolitikus. Pembangunan Korea Selatan dan Taiwan telahberhasilmencukupikebutuhanmanusia di kedua Negara itusebagaiHomoekonomikustetapitidakmencukupikebutuhanbangsaitusebagiHomopolitikus. Olehkarenaitutuntutanuntukdemokrasipolitiksangatgencardilakukanolehrakyatdarikedua Negara itukepadapemerintahmerekasangatgencar. Hal yang samaterjadi pula di Polandiadimanabaikdemokrasiekonomimaupunpolitiktidakkitajumpaikasus Korea Selatan, Taiwan, dab neagar-negara lain yang saatinisedangdilandaoleh“ RevolusiDemokrasi” menunjukkanpadakitasemuabahwapendekatanpembangunansebagaipelaksanaanpolitikkemakmuran yang bersifatdikotomismenjaditidakrelevanlagikarenapendekatanitumemecahkankeutuhansosokmanusiaitusebagaisubyekdanobyekdaripembangunandanpolitikkemakmuranitusendiri.

KoperasidanPolitikKemakmuran
Koperasimerupakanwahanterbaikuntukpelaksanaanpolitikkemakmuranrakyat.Rakyat Indonesia sendiri, khususnyamereka yang hidup di daerahpedesaan, memangtelahmelihatpentingnyakoperasisebagaiwahanaekonomi yang merekagunakanuntukmencapaikemakmuran.Tetapi yang menjadipermasalahanbagimerekaadalahbahwakoperasi yang adapadasaatinitidakmencerminkanharapanmerekaterhadapkoperasi.Ada beberapapermasalahan yang menyebabkankoperasi di Indonesia belumdapatberfungsisebagaiwahanapelaksanaanpolitikkemakmuran Indonesia.
Permasalahanpertamaadalahadanya proses Reduksidalamperanankoperasi. Koperasi di Indonesia bukanlagiberfungsisebagaiwahanapencapaiandantegaknyademokrasiekonomitetapitelah di resudirfungsinyasebagaialatpemerintahuntukmencapaiberbagai-bagai target pembangunan yang ingin di capaiolehpemerintah. Karenanyaiatidakmampulagiuntukmemperjuangkanuntukmemperjuangkandanmelindungikepentinganrakyat. Kedua, kegagalankoperasi di Indonesia adalahkorbandaribelumtegaknyademokrasipolitik di Negara kita.

Penutup
Menjelangberakhirnyaabadke -20 ininampaknyaduniamengalamisuatuperubahan yang mendasarperubahanituadalahberupasuatukeinsyafanbarudikalanganpemerintah di duniaakanpentinganyaazasdemokrasi, politik, danekonomidalam proses pembangunan. Etikapembangunanbaru yang nampaknyaakanmenjadietikapembangunanabadke -20 adalahmenciptakandemokrasiseiringdenganpembangunanekonomi.  
Sumber :
LukmanSoetrisno,PelakudanPolitikEkonomi Indonesia,liberty,Yogyakarta,1989.

SISTEM DAN POLITIK PEREKONOMIAN INDONESIA

PENDAHULUAN
            Bung Hatta sebagai seseorang ekonom sekaligus Negarawan tidak pernah berhenti menganjurkan prinsip ekonomi.Menurut Bung Hatta mentalitas bangsa Indonesia yang baru merdeka cenderung lebih boros daripada hemat.
            Sebagai perumus landasan politik perekonomian bangsa, sebagaimana tercantum pada pasal 33 UUD, Bung Hatta tidak memberinya judul kemakmuran atau kesejahteran ekonomi, melainkan kesejahteraan sosial, yang berarti bahwa kesejahteraan materil hanyalah salah satu kondisi pencapaian kesejahteraan sosial yang lebih lengkap dan lebih utuh.Tujuan akhir kemerdakaan bangsa Indonesia dan pembangunan nasionalnya adalah perwujudan masyarakat yang adil dan makmur dengan Pancasila sebagai pemegangannya.
Moral Ekonomy dan Political Ekonomy (Economics)
            Sistem ekonomi Indonesia sebagaimana diamanatkan pasal 33 UUD 1945 bukanlah sistem ekonomi liberal political economy mazab Klasik dan Neoklasik yang menghendaki tiadanya campur tangan pemerintah sama sekali.
            Sikap dan sifat anti liberalisme dan anti kapitalisme dari sistem ekonomi Indonesia bersemi serta berkembang pada diri para pemimpin pergerakan kebangsaan, karena liberalisme yang dipraktekan Belanda tidak membawa kemerdekaan, persamaam dan persaudaraan, sebagai yang dislogankan di Eropa Barat. Sebaliknya yang dirasakan Indonesia adalah pemerasan kaum buruh,  pemerasan tanah rakyat, penindasan kemerdekaan, dan pemerkosaan yang tidak berprikemanusiaan.
            Dalam praktek politik perekonomian selama 43 tahun Indonesia merdeka, apa yang dicita-citakan para pemimpin Indonesia tersebut tidak mudah perwujudannya. Dan ini pun sudah diantisipasi oleh Bung Hatta yang membedakan tujuan pembangunan jangka panjang kemakmuran jangka pendek.
            Politik perekonomian jangka panjang meliputi segala usaha dan rencana untuk menyelenggarakan berangsur-angsur ekonomi Indonesia yang berdasarkan koperasi. Di sebelah menunggu tercapainya hasil politik perekonomian berjangka panjang ini, perlu ada politik kemakmuran  berjangka pendek yang realisasinya bersumber pada bukti-bukti yang nyata. Sekalipun sifatnya berlainan daripada ideal kita bagi masa datang, apabila buahnya nyata memperbaiki keadaan rakyat dan memecahakan kekurangan kemakmuran kini juga, tindakan itu sementara waktu harus dilakukan dan dilaksanakan oleh mereka yang sanggup melaksanakanya.
Pandangan praktis Bung Hatta bahwa ada perbedaan yang harus diterima antara politik perekonomian jangka panjang dan yang sanggup melaksanakanya, kita bias interprestasikan sebagai pemberian kesempatan pada perusahaan-perusahaan swasta kuat (cina maupun pribumi) yang berorientasi keuntungan. Bung Hatta sebagai ekonom yang merumuskan pasal 33 UUD 1945 sebagai manifestasi cita-cita proklamasi 17 agustus 1945, selalu berterus terang mengkritik politik perekonomian yang dilaksanakan para teknokrat pemerintah Orde Baru.Namun harus diakui, bahwa politik perekonomian pemerintah Orde Baru tidaklah bias disamakan begitu saja dengan politik perekonomian liberal seperti pada periode 1950-1959. Dalam pemerintah Orde Baru pemerintah Indonesia sangat aktif berperan baik dalam perencanaan (sentral) kebijaksanaan pembangunan (REPELITA), maupun dalam bentuk pemilikan dan pengusaan  perusahaan-perusahaan Negara (BUMN) termasuk lembaga-lembaga non-departemental dan non-BUMN sebagai bulog.
Kopersi Sebagai Sokoguru Ekonomi Indonesia
                        Para pemimpin kita sering mengatakan bahwa koperasi adalah salah satu sokoguru ekonomi Indonesia.kita tidak perlu ragu-ragu untuk mengatakan bahwa koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional Indonesia. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian ini perlu ditunjukan sebagai ciri terkamuka meskipun ciri ini diturunkan dari sila ke-4 yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.yang dimaksudkan sokoguru dalam bahasa Indonesia adalah “penyangga utama”. Pengertian sokoguru ini telah berubah menjadi kiasan meskipun menunjuk pada empat buah tiang utama dari rumah dari rumah joglo gaya jawa. Dengan pengertian yang demikan tidak benar bila orang mengatakan bahwa koperasi menjadi salah satu sokoguru ekonomi Indonesia.
            Jadi,pengertian sokoguru ekonomi ini jelas harus dimengerti dalam fungsi koperasi sebagai penyagga utama perekonomian rakyat menghadapi sistem dan stuktur ekonomi kapitalis liberal yang ditingalkan pemerintah penjajahan Belanda. Salah satu peryataan berat yang masih sulit dijawab dalam hal ke sokoguru-an koperasi ini adalah mengapa sejak pembangunan ber-pelita dimana kita bertekad melaksanakan pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen, dengan hasil pertumbuhan ekonomi nasional yang yang meyakinkan peranan koperasi Nampak masih tersendat-sendat, belum bias menjadi tiang-tiang utama penyagga perekonomian rakyat.
            Nampaknya, meskipun terasa aneh salah satu sebabnya adalah bahwa pemerintah yang telah bertekad mewujudkan system ekonomikoperasi, sering masih kurang menyadari bahwa hakekat sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi pasar kita tidak akan berhasil mengembangkan koperasi didalamnya, apabila kita jusru cenderung menggunakan kebijaksanaan yang berpangkal tolak dari sistem komando (regulasi) dan system monopoli (petunjuk-petunjuk pemerintah). Dengan perkata lain,koperasi tidak akan bias berkembang menjadi kekuataan ekonomi yang mengakar pada rakyat, jika ia cenderung dipakai sebagai alat kebijaksanaan pemerintah (ekonomi komando) seperti misalnya yang terjadi pada awal pengembangan KUD. Sebaliknya koperasi juga tidak akan bias berkembang bila ia diberi aneka hak monopoli atau diberi perlindungan berlebihan sehingga menciutkan peluang bekerjanya mekanisme ekonomi pasar yang efisien.
Kemakmuran Rakyat dan Kesejahteraan Rakyat
            Dalam banyak uraian mengenai “misi” pasal 33 UUD 1945 selalu ditekankan bahwa pasal ini berisi politik perekonomian untuk mencapai kemakmuran rakyat.Yang dimaksud dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan materil atau kebutuhan dasar. Tetapi, dalam upaya peningkatan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya sangat ditekankan  peningkatan kemakmuran masyarakat banyak, bukan kemakmuran orang seorang. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang bumi, air, dan kekayaan alam adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.
            Bahwa kemakmuran lebih urgen dari ekonomi atau keuangan, terbukti dari dibentuknya Kementerian Kemakmuran yang mengurusi masalah-masalah ekonomi pada awal kemerdekaan dan tidak Kementerian Ekonomi. Pasal 33 menjelaskan bahwa kemakmuran rakyat yang tingkatnya memang sangat rendah pada awal kemerdekaan , dan perekonomian disusun untuk kemakmuran rakyat. Pasal 34 dalam bab  kesejahteraansosial bahwa apabila melalui upaya-upaya politik perekonomian dan politik kemakmuran ada sebagian anggota masyarakat yang miskin dan terlantar maka Negara berkewajiban untuk memeliharanya. Inilah “kewajiban sosial” Negara yang ditambah ketentuan pasal 27 ayat 2 memang menjadi semacam ukuran  berhasil tidaknya Negara atau pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan sosial seluruh rakyat. Kesejahteraan sosial menyangkut pemenuhan kebutuhan materil yang arus diatur dalam organisasi dan sistem ekonomi yang berdasarkan kekeluargaan.
Secara singkat dapatlah kita simpulkan bahwa Negara menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat melalui 4 cara yaitu:
1.      Pengusaan cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak.
2.      Pengusaan bumi dan air dan kekayaan alam yang ada didalamnya.
3.      Pemeliharaan fakir miskin dan anak-anak terlantar.
4.      Penyediaan lapangan kerja.

           Masalah yang selalu dipertanyakan adalah bagaimana menyelengarakan kesejahteraan sosial tersebut.Telah banyak sekali ditulis perlunya dibedakan antara menguasai dan memiliki. Pemilikan faktor-faktor produksi tetap diakui dan adapada masyarakat, hanya saja pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Inilah prinsip demokrasi ekonomi.
          
           Dalam pada itu, soal peningkatan tenaga beli dan pembukaan lapangan kerja baru seluas mungkin, telah telah digariskan oleh Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang dibentuk tahun 1947.
           Rencana kerja harus didasarkan pada memperbesar tenaga beli rakyat dari semulanya. Rakyat kita telah terlalu lama menderita kemiskinan dan kesengsaraan hidup ,sehingga sudah pada tempatnya apabila ia dijadikan patokan.Pembanguan harus dilaksanaan demikian rupa, sehingga pada penutup rencana 5 tahun pertama, yang berdasarkan ide ini, pendapatan nasional naik merata 15%. Merata, sebab pendapatan rakyat seluruhnya yaitu tenaga belinya harus bertambah dengan 15%.
          
           Dari kutipan ini jelas bahwa politik ekonomi perlu sekali memprioritaskan upaya memerangi kemiskinan.mengurangi kemiskinan dan kesengsaraan hidup rakyat yang sudah berjalan lama harus merupakan patokan atau ukuran keberhasilan politik ekonomi.
Dalam pada itu, pemerataan dan peningkatan tenaga beli secara merata bagi seluruh rakyat juga merupakan salah satu jaminan bagi politik kemakmuran yang bersifat kerakyatan. Apabila cara melaksanakan konsekuen,maka starategi yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi (growth oriented strategy) harus ditinggalkan.
          
           Akhirnya salah satu kewajiban lain pemerintah lain pemerintah yang pemenuhannya terbukti amat sulit adalah penyediaan pekerjaan atau lapangan kerja yang layak dan martabat manusia. Kesulitan ini disebabkan jumlah penduduk Indonesia sangat besar dan masih bertambah dengan cepat. Adalah merupakan kesalahan prinsip apabila pemerintah mengharapkan dunia usaha swasta sendiri mampu menciptakan peluang kerja sebaliknya juga, pemerintah sendiri tanpa bantuan usaha-usaha swasta tidak akan mungkin mengatasi masalah penyeadian lapangan kerja ini.
          
           Penyediakan pekerjaan baginya adalah kewajiban.Membayar upah yang cukup dan layak bagi kemanusiaan bukan kewajiban pemerintah saja, melainkan juga kewajiban usahawan partikelir terhadap buruhnya.Tidak ringan beban yang harus dipikul oleh usahawan partikelir dalam rangka ekonomi terpimpin menurut sistem UUD kita.

Mewujudkan Keadilan Sosial

           Negeri berjumlah makmur dan belum menjalankan keadilan sosial, apabila fakir miskin masih berkeliaran di tengah jalan, dan anak-anak yang diharapkan akan menjadi tiang masyarakat dimasa datang terlantar hidupnya.
          
           Inilah kata-kata Bung Hatta yang selalu konsekuen mengukur berhasil tidaknya politik kemakmuran dan politik perekonomian pemerintah dengan isi “perintah”, atau istilah yang sering dipaakai Bung Hatta sendiri, ”suruhan”UUD.batang tubuh dan mukadiah UUD harus selalu menjadi pedoman-arah pekerjaan pejabat-pejabat perintah menjadi amanat penderitaan rakyat, yang sudah lebih dari 3 abad menderita akibat penjajahan kolonialisme, dengan anak kandungnya kapitalisme dan liberalism, merupakan sumber kesengsaraan bangsa Indonesia yang berkepanjangan.
          
           Tidak jarang kita dengar argumentasi”rasional” untuk menerima saja system ekonomi kapitalistik, karena alasan sistem ekonomi yang demikian telah terbukti mampu menghasilkan efisiensi dan kemakmuran tinggi.dalam argumentasi “rasional” seperti ini sering disebutkan pula bahwa kapitalisme jaman sekarang atau abad 20-21 sudah manjadi kapitalisme lunak yang tidak perlu lagi ditakuti,bahkan kata mereka lebih lanjut, “USSR dan RRC pun sudah mulai gandrung pada sistem kapitalisme ini”!

PENUTUP
                       Pemikiran dan gagasan ekonomi Bung Hatta adalah pikiran dan gagasan seorang ekonom yang sekaligus merupakan negarawan pemimpin bangsa.Mengkompromikan gagasan besar sebagai ekonom dengan kenyataan konkret yang kadang-kadang pahit bukanlah pekerjaan mudah.

           Yang mengagumkan dari Bung Hatta adalah bahwa sebagai ekonom yang memperoleh pendidikan ekonomi di luar negeri ia secara mantap dan konsekuen berbicara tentang politik perekonomian dan politik kemakmuran bagi rakyat Indonesia yang sebagian besar miskin. Dan pikiran-pikiran ini semua berhasil dirumuskan secara singkat-tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara.
          
           Meskipun Indonesia kini telah merdeka 43tahun, nampaknya masih sering terasa amat perlu mengkaji ulang interprestasi pasal-pasal ekonomi UUD 1945 khususnya pasal 33.
Interprestasi politik telah kita temukan dalam GBHN tentang demokrasi ekonomi  dengan ciri-ciri positif dan negatifnya.
          
           Kemakmuran bangsa Indonesia kini telah jauh lebih tinggi dibandingkan pada awal kemerdekaan dengan pemerataan yang juga semakin nampak.Namun demikian keadilan sosial yang menjadi tujuan akhir perjuangan pembangunan nasional belum tercapai.Pertanyaan yang sering dipertanyakan adalah berapa tahun kita harus mengartikan politik kemakmuran jangka pendek, dan berapa tahun yang kita maksudkan jangka panjang. Apabila kita akan akan memasuki proses tinggal landas dalam Pelita VI, maka pada saat itu kita pasti harus sudah berada dalam tahap politik ekonomi jangka panjang. Maka sistem ekonomi yang semakin jelas kiranya semakin penting yang selalu bias menjadi acuan politik dan strategi ekonomi kita baik jangka pendek maupun jangka menengah.

Sumber :
Mubyarto,Pelaku dan Politik Ekonomi Indonesia,liberty,Yogyakarta,1989.


KESEJAHTERAN SOSIAL DAN POLITIK KEMAKMURAN RAKYA

 PENDAHULUAN
            Jika kita mulai dengan pancasila sebagai dasar negara dalam menyusun kemerdekaan bangsa indonesia, maka pasal 33 UUD 1945 di dalam UUD 1945 yang berjudul kesejahteraan sosial merupakan suatu konsistensi yang sangat rapi di alur-pikir para pendiri Republik ini.suatu pasal mengenai perekonomian yang sangat sentral kedudukanya di dalam suatu UUD diletakkan  di dalam konteks ”kesejahteran sosial”. Dengan demikian upaya dan kegiatan ekonomi nasional apa saja harus ditunjukan terhadap terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat.
            Pasal 33 UUD 1946 kesejahteraan sosial yaitu kemakmuran bagi semua orang. Pasal 34 UUD 1945 mempertegas dasar moral bagi demokrat ekonomi , negaralah yang mengambil tanggung jawab dan mengatur kemakmuran ke arah yang merata.
Usaha Bersama dan Asas Kekeluargaan
            Sesuai dengan pasal 33 dan penjelasan tersebut di atas, maka perekonomian harus disusun (imperatif) sebagai usaha bersama bukan usaha perorangan atau individual tetapi lebih bersifat sebagai usaha kolektif berdasarkan atas asas kekeluargaan  bukan asas perorangan. Kemakmuran masyarakat lebih utama dari kemakmuran orang-seorang. Oleh karena itu bangun perusahaan yang sesuai di dalam perekonomian itu adalah  koperasi bukan korporasi.
Dasar dari demokrasi ekonomi tercantum dalam pasal 33 UUD 1945 ini. Kemakmuran bagi semua orang , produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan dan penilikan anggota-anggota masyarakat (yang memiliki condetermination). Kemakmuran haruslah bagi semua orang dan untuk jaminan hal ini, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, kalau tidak orang-seorang yang menguasai tampuk produksi akan menindasi rakyat yang banyak akan terjadi efek “trickle-up”, bukan “trickle-down” dalam proses produksi.oleh karena itu,demi lebih menjamin tercapainya kemakmuran bagi semua orang, maka hanya  perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang. Asas perorangan tidak akan menjamin kemakmuran 0bagi semua orang, asas kekeluargaan dipilih oleh UUD 1945 ini, untuk sejauh mungkin menggantikan asas perorangan dalam kehidupan perekonomian. Kerena bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah sumber-sumber utama bagi kemakmuran masyarakyat, maka semua itu harus dihindarkan sejauh mungkin dari sistem pengusaan berdasarkan atas asas perorangan.Oleh kerena itu, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi dikuasai oleh negara.Pemilikan perorangan diakui tetapi pemanfaatannya berfungsi sosial, tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
Paradigma Integralistik
            Sesuai dengan UUD 1945, khususnya mengenai sistem pemerintahan negara, dalam demokrasi kita berlaku paradigma integralistik, sebagai lawan dari paradigama individualistik. Dengan cara pandang integralistik, maka dalam hubungan antara masyarakat dan individu, kepentingan masyarakat secara keseluruhan persatuan integral lebih diutamakan. Dengan demikian negara bukan hasil perjanjian individu yang bebas (vertrag atau kontrak sosial) melainkan hasil kesepakatan satu tujuan yang mencerminkan suatu kesatuan (Gesamt-akt atau konsensus nasional).
            Paradigma individualistik berlaku bagi zaman kolonial, sedangkan paradigma integralistik menjadi dasar tidak saja bagi pemerintah negara, tetapi juga bagi kehidupan masyarakat dengan segala aspeknya. Perubahan dari zaman kolonial ke zaman kemerdakaan indonesia menuntut suatu cultural-switch, menuntut suatu “revolusi budaya”, paling tidak, suatu revolusi kebudayaan berpikir yang mampu mematahkan cara pandang lama pola pikir lama atau kebiasaan berpikir lama. “revolusi budaya” itu tidak terjadi.tanpa menyadari perlu adanya suatu “revolusi budaya”ini, kita akan tetap tersandung-sandung dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan normative-konstitusional, terperosok dalam berbagai ambivalensi, memandang hal-hal baru dengan kacamata lama, yang kesemuanya menjadi sumber dari irrelevancies dan inconsistencies dalam kebijaksanaan nasional.
            Pasal 33 UUD 1945 konsisten dengan sistem pemerintah negara yang menganut cara pandang integralistik ini. Pasal 33 UUD 1945 ini berhadapan secara langsung dengan paham individualistic yang dalam perekonomian melahirkan bentuk-bentuk perusahaan berdasarkan aturan kolonial, meliputi:
1.      Badan usaha milik Negara yang berorientasi mencari keuntungan sebesar-besarnya yang sifatnya etatistik-merkantilistik
2.      Badan usaha milik swasta berlaku bagi golongan eropa dan timur asing ,usaha diatur dalam maatschap berupa Firma, Cv, Nv, yang berlandasan pada KUHD kolonial yang liberalistic dengan asas perorangan individualisme
3.      Badan usaha milik swasta bumiputera yang tunduk pada hukum adat seperti indonesische verreeniging dan cooperative Vereeniging  atau yang ditunduk pada hukum barat seperti indische maatschsppij op andeelen
            Meskipun bentuk perusahaan yang individualistic dan liberalistik seperti badan usaha swasta. Kapitalistik dengan bentuk NV bertentangan dengan semangat dan jiwa pasal 33 UUD 1945 yang berdasarkan atas asas kekelurgaan, namun keberadaanya masih sah sesuai dengan pasal II aturan peralihan adalah mengalihkan yang lama dan mengadakan yang baru sesuai dengan semangat dan jiwa UUD 1945. Dengan demikian bentuk-bentuk perusahaan swasta kapitalistik yang menurut KUHD berwatak individualistic bersifat temporer dan keberadaannya adalah tradisional.
            Berapa lamakah masa tradisi itu?Hal ini sepenuhnya tergantung pada kita sendiri dalam melaksanakan misi utama yang terkandung dalam pasal II aturan peralihan itu. Namun apa yang pernah terjadi justru menunjukan adanya set-back, yaitu dengan munculnya UU No.4/Tahun 1971, yang merubah suatu pasal KUHD yang memberi batas suara bagi pemilik saham tidak lebih dari 6 suaramenjadi prinsip “satu saham satu suara”, yang berarti manjauh dari saham kebersamaan yang berasas kekeluargan.

Politik Kemakmuran Rakyat
            Asas kekeluargaan adalah asas di mana kepentingan masyarakat adalah yang utama, bukan kepentingan individu, maupun harkat dan martabat individu tetap dihormati.Dalam asas kekeluargaan itu kemakmuran masyarakatlah yang di utamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Demokrasi ekonomi Indonesia menekankan pada pentingnya masalah kemakmuran rakyat: kemakmuran bagi semua orang. Pasal 33 UUD 1945 telah memilih  dan manentukan system ekonomi nasional seperti dijelaskan  oleh ayat-ayatnya. UUD 1945 juga telah menetapkan prioritasnya, yaitu membangun langsung manusianya melalui pesan pasalm 27 ayat 2 bahwa tiap-tiap warga Negara berhak akan perkerjaan dan penghidupan yang layak bagi manusia.
Politik  kemakmuran masyarakat harus diarahkan kepada dan dapat menjawab 3 hal pokok berikut ini:
1.      bagaimana maningkatkan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran
2.      bagaimana mengurangi ketidakmerataan untuk mencapai keadilan social
3.      bagaimana memerangi kemiskinan untuk mencapai keadaan yang lebih adil dan makmur
            pasal 27 ayat 2 harus menjadi dasar bagi politik memakmurkan masyarakat. Lapangan kerja harus menjadi target  utama pembangunan nasional, dan dari target inilah ditarik target –target derivative lain termasuk tingkat bertumbuhan pendapatan nasional dan tingkat pertumbuhan pendapatan sektoral.
            Meletakan lapangan kerja sebagai target sentral di dalam membangun berarti akan mengutamakan manusia di dalam pembanguan , berarti kita membangun melalui human reseources development, yang berarti pula membangun menjadi lebih insani. Pembangunan adalah untuk manusia , bukan untuk pembanguan itu sendiri.
            Dari pengalaman-pengalaman di Negara-negara dunia ketiga tidak terjadi efek “trickle-down” malaui strategi pertumbuhan lebih memperkuat tuntutan agar strategi pertumbuhan dengn teori-teori pendukungnya segera ditinggalkan sementara itu pembangunan  yang langsung mengenai pada insan yang berkepetingan untuk dimajukan mulai mendapat perhatian.
Teori “trickle-down” memang mempunyai empat kelemahan:
1.      trickle-down dalam praktek tidak terjadi
2.      teori ini menghina si, miskin , seolah-olah kelompok yang belum beruntung didalam pembangunan ini hanya berhak rembasan belaka
3.      tidak jarang yang terjadi adalah “trickle-up
4.      meremehkan partisipasi rakyat kecil sebagai kekuatan strategi pembangunan
            bersamaan pula dengan penggesaran urutan trilogy pembangunan, yang tercemin pada APBN yang lebih berorientasi kepada pemerataan,telah dapat dihasilkan penurunan yang sangat pengesankan pada jumlah penduduk miskin. Angka-angka dari PBS mencatat dari tahun ke tahun semikin menurun sebesar 10%.
            Perinatan PBS sendiri mengenai hasil angka-angka distribusi pendapatan tersebut di atas perlu kita perhatikan, yaitu perbaikan dengan metode perhitungan pendapatan yang berdasarkan pada pengeluaran  belanja (expenditures). Dengan metode ini pengeluran belanja(income) golongan miskin bias saja besar karena unsur transfer payments yang diterima dan penjualan-penjualan harta milik (asset), sedangkan pengeluran belanja golongan kaya bias lebih kecil kerena menabung lebih banyak atau melakukan hoarding, dan lain-lain. Pada umumnya para ahli ekonomi pedesaan meragukan angka tersebut berdasarkan pengamatan mereka di lapangan.
PENUTUP
            Politik kemakmuran rakyat harus berorientasi kerakyatan.pola produksi, pola konsumsi, pola investasi, dan pola alokasi teritorial sumber-sumber pembangunan harus berorintasi kepada kepentingan rakyat secara lebih langsung.
            Setelah memperhatikan kurun waktu yang lebih panjang dalam sejarah pembangunan ekonomi Indonesia, kiranya system ekonomi Indonesia yang berdasarkan atas demokrasi ekonomi itu, akan lebih terwujud jika dalam setiap penyusunan kebijaksanaan dan strategi pembangunan dikaitkan lebih langsung dengan butir-butir demokrasi ekonomi. Dengan demikian perencanan pembanguan sekaligus berarti perencanan sistem dan pembangunan sistemnya.
            Telah ditentukan oleh UUD 1945 bahwa bentuk perusahaan yang sesuai bagi Indonesia adalah koperasi.Telah ditentukan pula bahwa Negara kita adalah Negara kesatuan yang berbentuk Republik.Mengingkari bahwa bentuk perusahaan yang sesuai adalah koperasi. Keduanya sama beratnya dalam hal melawan UUD 1945.

Sumber :
Mubyarto,Pelaku dan Politik Ekonomi Indonesia,liberty,Yogyakarta,1989.