Bung Hatta sebagai seseorang ekonom sekaligus Negarawan tidak pernah berhenti menganjurkan prinsip ekonomi.Menurut Bung Hatta mentalitas bangsa Indonesia yang baru merdeka cenderung lebih boros daripada hemat.
Sebagai perumus landasan politik perekonomian bangsa, sebagaimana tercantum pada pasal 33 UUD, Bung Hatta tidak memberinya judul kemakmuran atau kesejahteran ekonomi, melainkan kesejahteraan sosial, yang berarti bahwa kesejahteraan materil hanyalah salah satu kondisi pencapaian kesejahteraan sosial yang lebih lengkap dan lebih utuh.Tujuan akhir kemerdakaan bangsa Indonesia dan pembangunan nasionalnya adalah perwujudan masyarakat yang adil dan makmur dengan Pancasila sebagai pemegangannya.
Moral Ekonomy dan Political Ekonomy (Economics)
Sistem ekonomi Indonesia sebagaimana diamanatkan pasal 33 UUD 1945 bukanlah sistem ekonomi liberal political economy mazab Klasik dan Neoklasik yang menghendaki tiadanya campur tangan pemerintah sama sekali.
Sikap dan sifat anti liberalisme dan anti kapitalisme dari sistem ekonomi Indonesia bersemi serta berkembang pada diri para pemimpin pergerakan kebangsaan, karena liberalisme yang dipraktekan Belanda tidak membawa kemerdekaan, persamaam dan persaudaraan, sebagai yang dislogankan di Eropa Barat. Sebaliknya yang dirasakan Indonesia adalah pemerasan kaum buruh, pemerasan tanah rakyat, penindasan kemerdekaan, dan pemerkosaan yang tidak berprikemanusiaan.
Dalam praktek politik perekonomian selama 43 tahun Indonesia merdeka, apa yang dicita-citakan para pemimpin Indonesia tersebut tidak mudah perwujudannya. Dan ini pun sudah diantisipasi oleh Bung Hatta yang membedakan tujuan pembangunan jangka panjang kemakmuran jangka pendek.
Politik perekonomian jangka panjang meliputi segala usaha dan rencana untuk menyelenggarakan berangsur-angsur ekonomi Indonesia yang berdasarkan koperasi. Di sebelah menunggu tercapainya hasil politik perekonomian berjangka panjang ini, perlu ada politik kemakmuran berjangka pendek yang realisasinya bersumber pada bukti-bukti yang nyata. Sekalipun sifatnya berlainan daripada ideal kita bagi masa datang, apabila buahnya nyata memperbaiki keadaan rakyat dan memecahakan kekurangan kemakmuran kini juga, tindakan itu sementara waktu harus dilakukan dan dilaksanakan oleh mereka yang sanggup melaksanakanya.
Pandangan praktis Bung Hatta bahwa ada perbedaan yang harus diterima antara politik perekonomian jangka panjang dan yang sanggup melaksanakanya, kita bias interprestasikan sebagai pemberian kesempatan pada perusahaan-perusahaan swasta kuat (cina maupun pribumi) yang berorientasi keuntungan. Bung Hatta sebagai ekonom yang merumuskan pasal 33 UUD 1945 sebagai manifestasi cita-cita proklamasi 17 agustus 1945, selalu berterus terang mengkritik politik perekonomian yang dilaksanakan para teknokrat pemerintah Orde Baru.Namun harus diakui, bahwa politik perekonomian pemerintah Orde Baru tidaklah bias disamakan begitu saja dengan politik perekonomian liberal seperti pada periode 1950-1959. Dalam pemerintah Orde Baru pemerintah Indonesia sangat aktif berperan baik dalam perencanaan (sentral) kebijaksanaan pembangunan (REPELITA), maupun dalam bentuk pemilikan dan pengusaan perusahaan-perusahaan Negara (BUMN) termasuk lembaga-lembaga non-departemental dan non-BUMN sebagai bulog.
Kopersi Sebagai Sokoguru Ekonomi Indonesia
Para pemimpin kita sering mengatakan bahwa koperasi adalah salah satu sokoguru ekonomi Indonesia.kita tidak perlu ragu-ragu untuk mengatakan bahwa koperasi adalah sokoguru perekonomian nasional Indonesia . Koperasi sebagai sokoguru perekonomian ini perlu ditunjukan sebagai ciri terkamuka meskipun ciri ini diturunkan dari sila ke-4 yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.yang dimaksudkan sokoguru dalam bahasa Indonesia adalah “penyangga utama”. Pengertian sokoguru ini telah berubah menjadi kiasan meskipun menunjuk pada empat buah tiang utama dari rumah dari rumah joglo gaya jawa. Dengan pengertian yang demikan tidak benar bila orang mengatakan bahwa koperasi menjadi salah satu sokoguru ekonomi Indonesia .
Jadi,pengertian sokoguru ekonomi ini jelas harus dimengerti dalam fungsi koperasi sebagai penyagga utama perekonomian rakyat menghadapi sistem dan stuktur ekonomi kapitalis liberal yang ditingalkan pemerintah penjajahan Belanda. Salah satu peryataan berat yang masih sulit dijawab dalam hal ke sokoguru-an koperasi ini adalah mengapa sejak pembangunan ber-pelita dimana kita bertekad melaksanakan pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen, dengan hasil pertumbuhan ekonomi nasional yang yang meyakinkan peranan koperasi Nampak masih tersendat-sendat, belum bias menjadi tiang-tiang utama penyagga perekonomian rakyat.
Nampaknya, meskipun terasa aneh salah satu sebabnya adalah bahwa pemerintah yang telah bertekad mewujudkan system ekonomikoperasi, sering masih kurang menyadari bahwa hakekat sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi pasar kita tidak akan berhasil mengembangkan koperasi didalamnya, apabila kita jusru cenderung menggunakan kebijaksanaan yang berpangkal tolak dari sistem komando (regulasi) dan system monopoli (petunjuk-petunjuk pemerintah). Dengan perkata lain,koperasi tidak akan bias berkembang menjadi kekuataan ekonomi yang mengakar pada rakyat, jika ia cenderung dipakai sebagai alat kebijaksanaan pemerintah (ekonomi komando) seperti misalnya yang terjadi pada awal pengembangan KUD. Sebaliknya koperasi juga tidak akan bias berkembang bila ia diberi aneka hak monopoli atau diberi perlindungan berlebihan sehingga menciutkan peluang bekerjanya mekanisme ekonomi pasar yang efisien.
Kemakmuran Rakyat dan Kesejahteraan Rakyat
Dalam banyak uraian mengenai “misi” pasal 33 UUD 1945 selalu ditekankan bahwa pasal ini berisi politik perekonomian untuk mencapai kemakmuran rakyat.Yang dimaksud dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan materil atau kebutuhan dasar. Tetapi, dalam upaya peningkatan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya sangat ditekankan peningkatan kemakmuran masyarakat banyak, bukan kemakmuran orang seorang. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang bumi, air, dan kekayaan alam adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat.
Bahwa kemakmuran lebih urgen dari ekonomi atau keuangan, terbukti dari dibentuknya Kementerian Kemakmuran yang mengurusi masalah-masalah ekonomi pada awal kemerdekaan dan tidak Kementerian Ekonomi. Pasal 33 menjelaskan bahwa kemakmuran rakyat yang tingkatnya memang sangat rendah pada awal kemerdekaan , dan perekonomian disusun untuk kemakmuran rakyat. Pasal 34 dalam bab kesejahteraansosial bahwa apabila melalui upaya-upaya politik perekonomian dan politik kemakmuran ada sebagian anggota masyarakat yang miskin dan terlantar maka Negara berkewajiban untuk memeliharanya. Inilah “kewajiban sosial” Negara yang ditambah ketentuan pasal 27 ayat 2 memang menjadi semacam ukuran berhasil tidaknya Negara atau pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan sosial seluruh rakyat. Kesejahteraan sosial menyangkut pemenuhan kebutuhan materil yang arus diatur dalam organisasi dan sistem ekonomi yang berdasarkan kekeluargaan.
Secara singkat dapatlah kita simpulkan bahwa Negara menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat melalui 4 cara yaitu:
1. Pengusaan cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak.
2. Pengusaan bumi dan air dan kekayaan alam yang ada didalamnya.
3. Pemeliharaan fakir miskin dan anak-anak terlantar.
4. Penyediaan lapangan kerja.
Masalah yang selalu dipertanyakan adalah bagaimana menyelengarakan kesejahteraan sosial tersebut.Telah banyak sekali ditulis perlunya dibedakan antara menguasai dan memiliki. Pemilikan faktor-faktor produksi tetap diakui dan adapada masyarakat, hanya saja pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Inilah prinsip demokrasi ekonomi.
Dalam pada itu, soal peningkatan tenaga beli dan pembukaan lapangan kerja baru seluas mungkin, telah telah digariskan oleh Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang dibentuk tahun 1947.
Rencana kerja harus didasarkan pada memperbesar tenaga beli rakyat dari semulanya. Rakyat kita telah terlalu lama menderita kemiskinan dan kesengsaraan hidup ,sehingga sudah pada tempatnya apabila ia dijadikan patokan.Pembanguan harus dilaksanaan demikian rupa, sehingga pada penutup rencana 5 tahun pertama, yang berdasarkan ide ini, pendapatan nasional naik merata 15%. Merata, sebab pendapatan rakyat seluruhnya yaitu tenaga belinya harus bertambah dengan 15%.
Dari kutipan ini jelas bahwa politik ekonomi perlu sekali memprioritaskan upaya memerangi kemiskinan.mengurangi kemiskinan dan kesengsaraan hidup rakyat yang sudah berjalan lama harus merupakan patokan atau ukuran keberhasilan politik ekonomi.
Dalam pada itu, pemerataan dan peningkatan tenaga beli secara merata bagi seluruh rakyat juga merupakan salah satu jaminan bagi politik kemakmuran yang bersifat kerakyatan. Apabila cara melaksanakan konsekuen,maka starategi yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi (growth oriented strategy) harus ditinggalkan.
Akhirnya salah satu kewajiban lain pemerintah lain pemerintah yang pemenuhannya terbukti amat sulit adalah penyediaan pekerjaan atau lapangan kerja yang layak dan martabat manusia. Kesulitan ini disebabkan jumlah penduduk Indonesia sangat besar dan masih bertambah dengan cepat. Adalah merupakan kesalahan prinsip apabila pemerintah mengharapkan dunia usaha swasta sendiri mampu menciptakan peluang kerja sebaliknya juga, pemerintah sendiri tanpa bantuan usaha-usaha swasta tidak akan mungkin mengatasi masalah penyeadian lapangan kerja ini.
Penyediakan pekerjaan baginya adalah kewajiban.Membayar upah yang cukup dan layak bagi kemanusiaan bukan kewajiban pemerintah saja, melainkan juga kewajiban usahawan partikelir terhadap buruhnya.Tidak ringan beban yang harus dipikul oleh usahawan partikelir dalam rangka ekonomi terpimpin menurut sistem UUD kita.
Mewujudkan Keadilan Sosial
Negeri berjumlah makmur dan belum menjalankan keadilan sosial, apabila fakir miskin masih berkeliaran di tengah jalan, dan anak-anak yang diharapkan akan menjadi tiang masyarakat dimasa datang terlantar hidupnya.
Inilah kata-kata Bung Hatta yang selalu konsekuen mengukur berhasil tidaknya politik kemakmuran dan politik perekonomian pemerintah dengan isi “perintah”, atau istilah yang sering dipaakai Bung Hatta sendiri, ”suruhan”UUD.batang tubuh dan mukadiah UUD harus selalu menjadi pedoman-arah pekerjaan pejabat-pejabat perintah menjadi amanat penderitaan rakyat, yang sudah lebih dari 3 abad menderita akibat penjajahan kolonialisme, dengan anak kandungnya kapitalisme dan liberalism, merupakan sumber kesengsaraan bangsa Indonesia yang berkepanjangan.
Tidak jarang kita dengar argumentasi”rasional” untuk menerima saja system ekonomi kapitalistik, karena alasan sistem ekonomi yang demikian telah terbukti mampu menghasilkan efisiensi dan kemakmuran tinggi.dalam argumentasi “rasional” seperti ini sering disebutkan pula bahwa kapitalisme jaman sekarang atau abad 20-21 sudah manjadi kapitalisme lunak yang tidak perlu lagi ditakuti,bahkan kata mereka lebih lanjut, “USSR dan RRC pun sudah mulai gandrung pada sistem kapitalisme ini”!
Pemikiran dan gagasan ekonomi Bung Hatta adalah pikiran dan gagasan seorang ekonom yang sekaligus merupakan negarawan pemimpin bangsa.Mengkompromikan gagasan besar sebagai ekonom dengan kenyataan konkret yang kadang-kadang pahit bukanlah pekerjaan mudah.
Yang mengagumkan dari Bung Hatta adalah bahwa sebagai ekonom yang memperoleh pendidikan ekonomi di luar negeri ia secara mantap dan konsekuen berbicara tentang politik perekonomian dan politik kemakmuran bagi rakyat Indonesia yang sebagian besar miskin. Dan pikiran-pikiran ini semua berhasil dirumuskan secara singkat-tegas dalam Undang-Undang Dasar Negara.
Meskipun Indonesia kini telah merdeka 43tahun, nampaknya masih sering terasa amat perlu mengkaji ulang interprestasi pasal-pasal ekonomi UUD 1945 khususnya pasal 33.
Interprestasi politik telah kita temukan dalam GBHN tentang demokrasi ekonomi dengan ciri-ciri positif dan negatifnya.
Kemakmuran bangsa Indonesia kini telah jauh lebih tinggi dibandingkan pada awal kemerdekaan dengan pemerataan yang juga semakin nampak.Namun demikian keadilan sosial yang menjadi tujuan akhir perjuangan pembangunan nasional belum tercapai.Pertanyaan yang sering dipertanyakan adalah berapa tahun kita harus mengartikan politik kemakmuran jangka pendek, dan berapa tahun yang kita maksudkan jangka panjang. Apabila kita akan akan memasuki proses tinggal landas dalam Pelita VI, maka pada saat itu kita pasti harus sudah berada dalam tahap politik ekonomi jangka panjang. Maka sistem ekonomi yang semakin jelas kiranya semakin penting yang selalu bias menjadi acuan politik dan strategi ekonomi kita baik jangka pendek maupun jangka menengah.
Sumber :
Mubyarto,Pelaku dan Politik Ekonomi Indonesia ,liberty,Yogyakarta ,1989.
Mohon maaf kalau arti politik perekonomian sendiri itu apa ya?
BalasHapusterima kasih
salam
Bunda Umar
Cream Sari