Nama : Sari
Utami
Npm : 26210385
Kelas : 2EB13
Nama : Sari
Utami
Npm : 26210385
Kelas : 2EB13
1.Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia
Yang dimaksud dengan Hukum perdata
Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barar belanda yang
pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat
dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti
dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU
Kepailitan.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J.
Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr.
A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian
anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi
KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No.
23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka
berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda
tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru
berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab
Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Isi KUHPerdata
KUHPerdata terdiri dari 4 bagian
yaitu :
- Buku 1 tentang Orang / Personrecht
- Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht
- Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht
- Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en Bewijs
2.SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA YANG
ADA DI INDONESIA
Sejarah
membuktikan bahwa hukum perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas
dari sejarah hukum perdata eropa. Di eropa continental berlaku hukum perdata
romawi, disamping adanya hukum tertulis dan hukum kebiasaan tertentu.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “ Code Civil de Francis” yang juga dapat disebut “Cod Napoleon”.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothis. Disamping itu juga dipergunakan hukum bumi putera lama, hukum jernoia dan hukum Cononiek. Code Napoleon ditetapkan sebagai sumber hukum di belanda setelah bebas dari penjajahan prancis.
Setelah beberapa tahun kemerdekaan, bangsa memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata. Dan tepatnya 5 juli 1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dn WVK (Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk nasional-nederland yang isinya berasal dari Code Civil des Prancis dari Code de Commerce.
3.PengertianKeadaan Hukum Perdata Di
Indonesia
Hukum Perdata
adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu
dalammasyarakat.
Dalam tradisi hukum
di daratan Eropa
(civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yaknihukum publik dan hukum privat atau hukum
perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak
dikenal pembagian semacam ini. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur
hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas
meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari
hukum pidana.
Mengenai keadaan hukum perdata di
Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam.
Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1. Faktor etnis
2. Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)
Untuk golongan warga Negara bukan
asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu
hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai
hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
1. Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4. Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
4.SISTEMATIKA
HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Sistem hukum di Indonesia banyak dipengaruhi oleh sistem
hukum Eropa Kontinental (civil law). Pengaruh bukan berarti identik. Sistem
hukum Indonesia juga tidak sama dengan sistem hukum Anglo-America. Sebelum
kemerdekaan, hanya Inggris, sang Penjajah, yang mencoba menerapkan beberapa
konsep peradilan ala Anglo Saxon seperti Sistem Jury dan konsep peradilan
pidana. Namun, sejak akhir 70-an, konsep hukum yang biasa digunankan di sistem
Anglo America banyak diadopsi dalam sistem hukum Indonesia. Tidak hanya
konsep-konsep hukum pidana. Konsep perdata dan hukum ekonomi banyak mengacu
pada perkembangan hukum di Indonesia. Ada yang bilang sistem hukum di Indonesia
adalah sistem hukum Indonesia itu sendiri. Sebuah sistem yang dibangun dari
proses penemuan, pengembangan, adaptasi, bahkan kompromi dari beberapa sistem
yang telah ada.
Pertanyaa selanjutnya dari proses yang terjadi apa wujud akhir dari semua kompromi, adaptasi, penemuan, pengembangan, bahkan penciptaan itu? Sekali lagi sebuah jawaban yang mungkin tidak pernah ada satu jawaban benar yang diterima oleh semua ahli. Kecuali ada amandemen UUD 45 yang kelima atau yang lain dan memasukkannya secara ekplisit dalam amandemen tersebut.
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
1. Hukum perdata Indonesia
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
* Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Pertanyaa selanjutnya dari proses yang terjadi apa wujud akhir dari semua kompromi, adaptasi, penemuan, pengembangan, bahkan penciptaan itu? Sekali lagi sebuah jawaban yang mungkin tidak pernah ada satu jawaban benar yang diterima oleh semua ahli. Kecuali ada amandemen UUD 45 yang kelima atau yang lain dan memasukkannya secara ekplisit dalam amandemen tersebut.
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
1. Hukum perdata Indonesia
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
* Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
* Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi:
(i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah,
bangunan dan kapal dengan berat tertentu);
(ii) benda berwujud yang bergerak,
yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak
bergerak; dan
(iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria.
Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak
berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
* Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
* Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar